Saturday, April 14, 2012

Kasih Sayang & Kemurkaan Allah SWT Pada Jenazah







قال رسول اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ أَوْ يَرْحَمُ وَإِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْه
(صحيح البخاري)
“Sabda Rasulullah SAW: “Sungguh Allah SWT tidak menyiksa/murka dengan linangan airmata, tidak pula dengan kesedihan hati, namun Allah bisa murka atau bisa mengasihani sebab ini: seraya menunjuk lidah beliau SAW, dan sungguh mayyit disiksa sebab raungan keluarganya atas kematiannya” (Shahih Bukhari)
ImageAssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha membuka cahaya hidayah bagi hamba-hambaNya yang dikehendakinya untuk tertuntunkan dengan hidayah dan tuntunan-tuntunan mulia yang berpijar dengan munculnya nabi termulia, yang cahayanya berpijar menerangi alam semesta, sehingga hamba-hamba yang dicintai maka nama-nama mereka digemuruhkan di alam semesta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa jika seorang hamba dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, maka Allah berfirman kepada Jibril AS dalam hadits qudsi riwayat Shahih Bukhari:
 إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ
“ Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala jika mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil malaikat Jibril dan berkata : “ Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!” Maka Jibrilpun mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit dan berkata: “ Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai pulalah dia oleh kalian semua, maka seluruh penduduk langit pun mencintainya. Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini .” 
Maka semua manusia sebelum mereka wafat, nama-nama mereka telah diserukan di kerajaan alam semesta dan telah dikenang sebagai hamba yang dicintai Allah subhanahu wata’ala atau hamba yang dimurkai-Nya. Namun bisa jadi dengan kehendak Allah Yang Maha Luhur dan Maha Suci, seorang hamba bisa dirubah keputusan hidupnya dari kehinaan untuk mencapai kemuliaan, dan hal itu tidaklah mustahil bagi Allah subhanahu wata’ala, karena alam semesta ini adalah milik Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala mampu membolak-balikkan kerajaan langit dan bumi ini dengan kehendak-Nya, untuk mencintai hamb-hambaNya si fulan atau membenci si fulan. Dan perkumpulan kita di malam ini adalah perkumpulan hamba-hamba dimana nama-nama mereka sedang dikumandangkan di langit sebagai hamba yang dicintai Allah. Ketahuilah dengan perkumpulan seperti ini, jika kita bukan termasuk hamba yang dicintai Allah subhanahu wata’ala, maka kita tidak akan bisa hadir di majelis yang dicintai Allah, karena jika kita termasuk hamba yang dimurkai Allah maka tempat kita adalah tempat-tempat yang dimurkai Allah. Namun saat ini kita berada pada tempat yang dihujani rahmat dan hidayah, tempat yang dihujani limpahan anugerah dan kasih sayang Ilahi, tempat yang menjadikan seorang hamba yang dimurkai berubah menjadi orang yang dicintai Allah. Maka semoga kita tidak keluar dari majelis ini kecuali telah dicatat nama-nama kita dengan tinta cahaya bahwa kita termasuk hamba yang dicintai Allah, sehingga kita wafat dalam keadaan cinta dan dicintai Allah subhanahu wata’ala kemudian dibangkitkan bersama hamba-hamba yang dicintai Allah .
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Pada majelis yang lalu, kita membaca hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun belum sempat saya jelaskan, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Bukhari:
أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنِى الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا ثُمَّ رُزِقَ أَوْ قُضِىَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ
“Apabila seseorang membaca doa berikut ini sebelum menggauli isterinya: "bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan ma razaqtana" (Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syetan dari saya, dan jauhkanlah ia dari apa yang akan Eukau rizkikan kepada kami (anak, keturunan), kemudian dari hubungan tersebut ditakdirkan menghasilkan seorang anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selamanya"
Jika dari hubungan itu lahir seorang anak atau bayi, maka syaitan tidak akan mampu memperangkapnya. Namun ucapan ini bersifat ‘aam makhsus (Umum dan dikhususkan), dimana yang dimaksud bukan berarti anak tersebut tidak akan bisa digoda oleh syaitan akan tetapi tidak akan terjebak oleh syaitan ke dalam dosa-dosa besar. Oleh karena itu, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada ummatnya akan tuntunan keselamatan seorang anak sebelum ia terlahirkan dan masih berada di sulbi ayahnya, yaitu dengan membaca doa tersebut di atas. Maka para generasi di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu keturunan para sahabat adalah para imam-imam besar, para tabi’in dan hujjatul islam. Akan tetapi semakin manusia menjauhi sunnah ketika berhubungan antara suami dan istri, yang hubungan mereka hanya sekedar sebagai pelampiasan nafsu saja, maka dari sana terlahirlah para generasi yang mudah terjebak dalam perangkap syaitan, seperti perbuatan zina, narkotika dan lainnya, karena sebelum terlahir ia tidak terjaga oleh cahaya tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selanjutnya hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang kita baca tadi, bahwa seseorang yang menangisi orang yang telah wafat maka jenazah orang yang wafat itu tidak akan disiksa oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagian muslimin memahami bahwa menangisi orang yang telah meninggal maka si mayyit akan disiksa, tidak demikian halnya bahkan sayyidina Abu Bakr As Shiddiq menangis di depan jenazah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu menangis di hadapan seorang bayi yang telah wafat, begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengalirkan air mata ketika putrinya wafat. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan menjelaskan bahwa Allah tidak akan menyiksa seorang yang telah meninggal karena tangisan orang-orang yang ditinggalnya dan tidak juga Allah menyiksa atas kesedihan hati orang yang ditinggalnya , karena sepantasnya seseorang bersedih jika ditinggal oleh kekasihnya, namun Allah subhanahu wata’ala bisa murka terhadap jenazah sebab ucapan mereka yang ditinggalkan atau mengasihinya . Para imam ahlu hadits, diantaranya Al Imam Ibn Hajar Al Asqalni di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan makna hadits ini adalah yang dimaksud bahwa lisan (ucapan) yang bisa menjadikan jenazah disiksa adalah orang-orang yang melakukan niyahah (berteriak/meronta-ronta) seakan tidak menerima takdi Allah subhanahu wata’ala, dan si mayyit semasa hidupnya tidak mengajarkan kepada keluarganya bahwa menyesali takdir Allah adalah hal yang tercela, maka Allah tampakkan kehinaan kepadanya dengan tangisan keluarganya atas meninggalnya, maka dalam hal seperti ini jika semakin para keluarga dan kerabatnya menangis maka ia akan semakin terhimpit dan tersiksa, karena ia tidak mengajarkan kepada mereka untuk menerima dan bersabar atas takdir yang diberikan Allah kepada mereka. Maka dalam hadits tersebut tersimpan satu kata dan menjadi dalil yang jelas bahwa Allah bisa menyayangi jenazah sebab ucapan atau doa seseorang. Sebagian pendapat mengatakan bahwa orang yang telah meninggal maka amalnya terputus dan tidak lagi bisa sampai kepadanya amal apapun, akan tetapi orang yang masih hidup dapat menolong orang yang telah meninggal dengan doanya, hadits tadi merupakan salah satu dalil akan hal ini, dimana seorang jenazah bisa disiksa atau disayangi oleh Allah sebab lisan/ucapan orang yang hidup, jika orang yang masih hidup mendoakannya maka hal itu akan bisa merubah keadaannya di dalam kubur. Adapun yang dimaksud ucapan orang yang masih hidup akan menjadi musibah bagi jenazah di alam kuburnya adalah niyahah, seperti berkata dengan berteriak sambil menangis : “jika si fulan tidak melakukan hal itu maka ia tidak akan meninggal”, dan lainnya dari ucapan-ucapan yang menunjukkan penyesalan atas kematian seseorang, hal itulah yang menjadikan si mayyit tersiksa di kuburnya. Namun sebagian ulama’ berpendapat bahwa selama si mayyit di masa hidupnya ia mengajarkan kepada keluarganya untuk tabah dan sabar atas takdir Allah subhanahu wata’ala, maka ia tidak akan mendapatkan kesulitan tersebut di kuburnya, namun yang akan mendapatkan kesulitan adalah keluarganya yang masih hidup.
Saudara saudari yang kumuliakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah perantara termulia, terindah dan terbaik antara kita dengan Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana kita tidak bisa melihat Allah subhanahu wata’ala, dan kita tidak akan mengenal Al qur’an kecuali dari sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena Allah subhanahu wata’ala tidak mengajarkan Al qur’an kepada kita secara langsung. Dalam hal ini saya ingin menukil suatu riwayat yang tsiqah dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi syarah Sunan At Tirmidzi, dimana suatu waktu sayyidina Utsman bin Hanif RA, salah seorang sahabat Rasulullah di datangi oleh seseorang dan berkata kepadanya : “Aku ingin bertemu dengan khalifah Utsman bin Affan (Khalifah di masa itu) karena aku mempunyai hutang yang belum terselesaikan, namun untuk bertemu dengan beliau merupakan hal yang sulit karena beliau sangat sibuk”, maka sayyidina Utsman bin Hanif berkata : “Masukklah engkau ke dalam masjid, berwudhulah kemudian shalatlah 2 rakaat, setelah selesai shalat berdoalah” :
اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ النَّبِي الرَّحْمَةِ. يَا مُحَمَّدُ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلىَ رَبِّي فِي حَاجَتِيْ هَذِهِ فَتَقْضِي لِي. اَللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ
“Ya Allah, aku memohon kepadaMu dan meminta kepadaMu demi nabiMu Muhammad yang penuh rahmat. Wahai Muhammad, sungguh aku meminta kepada Tuhanku atas hajatku dengan perantaramu, maka kabulkanlah untukku. Ya Allah, berilah syafaat kepadanya untuk mensyafaatiku, dan kabulkanlah doaku untuknya”
Mengapa dalam doa itu disebutkan perkataan يا محمد : Wahai Muhammad , padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat. Namun ingatlah bahwa setiap kita melakukan shalat, kita selalu berbicara dengan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam tasyahhud dengan mengucapkan:
 السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu wahai Nabi dan juga rahmat dan berkahnya”
Dan dalam madzhab Syafii jika tidak mengucapkan “Assalamu ’alaika : Salam sejahtera untukmu”, maka shalatnya tidak sah, meskipun dalam madzhab yang lain diperbolehkan mengucapkan “Assalamu ’alaihi : salam sejahtera untuknya”, atau “Assalamu ‘alaa an nabiy : salam sejahtera untuk nabi”. Dalam riwayat shahih Bukhari disebutkan ketika salah seorang sahabat yang sedang melakukan shalat dipanggil oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam namun ia tidak menjawab , dan setelah selesai melakukan shalat ia menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata kepada Rasulullah : “wahai Rasulullah ketika engkau memanggiku, aku sedang melakukan shalat”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Tidakkah engaku mendengar firman Allah subhanahu wata’ala” :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
( الأنفال : 24 )
“Wahai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu”. ( QS. Al Anfal : 24 )
Maka dikatakan oleh para imam bahwa orang-orang yang hidup pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika sedang melakukan shalat kemudian Rasulullah memanggilnya dan ia menjawab panggilan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka shalatnya tidak batal. Maka sayyidina Utsman bin Hanif mengajarkan doa tersebut kepada orang yang datang kepadanya, dan setelah orang itu melakukan shalat 2 rakaat dan membaca doa tersebut, kemudian ia keluar dan berjalan, setelah mulai mendekat dengan rumah sayyidina Utsman bin Affan, maka beliau membuka pintu, dan berkata : “wahai fulan, apa yang membuatmu datang kesini?”, kemudian orang itu berkata: “wahai sayyidina Umar, berbulan-bulan aku ingin berjumpa denganmu dan menyampaikan suatu hal kepadamu dan untuk meminta bantuan darimu”, dan setelah ia mengatakan seluruh hajatnya kepada sayyidina Umar maka beliau pun memenuhinya, lalu orang itu pergi dan menemui sayyidina Utsman bin Hanif dan berkata : “ apakah engkau telah mengatakan kepada sayyidina Umar bahwa aku ingin bertemu dengan beliau dan membicarakan hajatku kepada beliau?”, maka Utsman bin Harits berkata bahwa ia tidak mengatakan hal itu kepada sayyidina Utsman bin Affan, orang itu kembali berkata : “setelah tadi aku selesai melakukan shalat dan berdoa dengan doa yang engkau ajarkan kepadaku, lalu aku keluar dan setelah mendekat denagn rumah sayyidina Utsman bin Affan beliau membuka pintu rumahnya dan menanyakan hajatku, kemudian memenuhi semuanya”, maka sayyidina Utsman bin Harits berkata, sebagaimana riwayat dalam kitab As Syifaa oleh Al Imam Qadhi ‘Iyadh : “Ketika Rasulullah masih hidup, aku melihat seorang yang buta dan berkata di hadapan Rasulullah : “wahai Rasulullah doakanlah aku agar aku dapat melihat”, namun Rasulullah berkata : “jika engkau bersabar maka hal itu lebih baik bagimu”, namun orang buta itu ingin sembuh dan bisa melihat”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruhnya untuk berwudhu lalu melakukan shalat 2 rakaat, kemudian beliau mengajarkan doa yang tadi kuajarkan kepadamu setelah selesai mengerjakan shalat, dan kulihat orang itu setelah melakukan shalat dan berdoa, seketika ia melepas tongkatnya dan dapat ia melihat”. Hal ini merupakan mu’jizat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . Terdapat pula dalam riwayat dimana ketika seorang hakim sedang mengadili 2 orang yaitu seorang shalih dan seorang pendosa, dimana si pendosa mengambil tanah milik orang shalih itu dan mengakui bahwa tanah itu adalah miliknya, sang hakim tahu bahwa si pendosa itu berbohong dan orang shalih itu tidak akan berdusta, maka sang hakim berkata kepada pendosa itu : “wahai fulan, apa buktinya bahwa tanah itu adalah milikmu?” maka pendosa itu berkata : “aku mempunyai 2 orang saksi yang akan bersumpah demi nama Allah bahwa tanah itu adalah milikku”, padahal 2 orang saksi itu adalah saksi yang dibayar. Kemudian sang hakim bertanya kepada orang shalih itu : “Wahai fulan, apakah engkau memiliki bukti bahwa tanah itu adalah milikmu dan bukan milik orang itu?”, orang shalih itu berkata : “ Aku tidak mempunyai saksi kecuali Allah subhanahu wata’ala”, maka diputuskan bahwa tanah itu milik pendosa tersebut, meskipun sang hakim mengetahui bahwa pendosa itu berbohong, namun karena dalam hukum bahwa kesaksian yang sah adalah jika terdapat dua saksi, maka kesaksian pendosa itu diterima, lalu orang shalih itu berkata : “ benarkah engkau akan menyerahkan tanahku ini kepada orang yang telah berdusta itu?!, kemudian ia berdoa : “Wahai Allah tenggelamkanlah ia hingga ke lututnya”, maka si Hakim pun tenggelam ke dalam bumi hingga ke lututnya, kemudian orang shalih itu kembali berkata : “apakah engkau tetap akan memutuskan dan menyerahkan tanahku kepada orang itu?”, sang hakim menjawab : “aku akan tetap berjalan pada apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, maka orang shalih itu berkata : “wahai bumi pendamlah ia hingga ke perutnya”, si hakim pun terpendam sampai ke perutnya hingga merasa sesak untuk bernafas, namun ia berkata : “aku akan tetap berada pada jalan yang diajarakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, maka orang shalih itu berkata : “wahai bumi pendamlah ia hingga sampai ke lehernya”, orang shalih itu kembali berkata : “apakah engkau tetap akan membela orang-orang yang berdusta itu”, sang hakim yang telah terpendam sampai ke lehernya, hingga tidak lagi mampu bernafas, kemudian sang hakim itu dalam keadaan tidak berdaya mengangkat tangannya dan berteriak : “Aku hanya ingin membela syaritmu wahai Rasulullah”, maka dalam sekejap ia pun terangkat ke atas bumi, sungguh hal ini sebab mu’jizat dan kemuliaan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada seorang pun yang bisa melawan mu’jizat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu cintailah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Adab Al Mufrad beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَجِيبُوا الدَّاعِيَ وَلَا تَرُدُّوا الْهَدِيَّةَ وَلَا تَضْرِبُوا الْمُسْلِمِينَ
“Penuhilah orang yang memanggil (undangan), dan janganlah menolak hadiah, dan janganlah memukul orang-orang muslim”
Adapun dalam hal mendatangi undangan, sebagaimana setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat banyak diantara para sahabat yang mengurung dirinya dan tidak mau keluar rumah, hal itu benar adanya sebagaimana dalam riwayat bahwa setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mulai terjadi fitnah antara khulafaa ar rasyidin, maka berpuluh-puluh tahun para ahlu Badr tidak keluar dari rumahnya hingga ia wafat, namun sebagian para sahabat tetap keluar rumah untuk berjihad, mengajar, dll. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mendatangi undangan selama undangan itu dalam kebaikan bukan dalam kemaksiatan. Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa seburuk-buruk undangan adalah undangan untuk orang-orang kaya, sedangkan orang miskin tidak di undang. Dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk tidak menolak hadiah, dan tidak memukul orang muslim. Oleh sebab itu berhati-hatilah dalam hal ini, jagalah tangan kita jangan sampai memukul orang muslim, sehingga kelak di hari kiamat tangan itu akan bersaksi bahwa ia telah memukul orang yang mengucap : “Laailaaha illallah Muhammad Rasulullah”. Karena telah diriwayatkan di dalam kitab Adab Al Mufrad oleh Imam Al Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib bersama 2 orang hamba sahaya, dan berkata : “wahai Ali, kuserahkan kepadamu 2 orang hamba sahaya, namun kuberpesan satu hal yaitu jangan pernah pukul mereka, karena aku dilarang untuk memukul orang yang mengerjakan shalat”. Demikian tuntunan indah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah subhanahu wata’ala semakin memakmurkan hati kita, memakmurkan ruh dan pemikiran kita dan memakmurkan kehidupan kita di dunia dan akhirat, amin allahumma amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

0 komentar:

Post a Comment

Monetize your website traffic with yX Media